CLICK at HOME…If it said this blog does not exist.

Sunday 27 April 2014

Hukum Lingik Likee (goyang tubuh pada waktu zikir mauled Nabi SAW)

http://kitab-kuneng.blogspot.com/2014/04/hukum-lingik-likee-goyang-tubuh-pada.html

Pertanyaan dari : T. masykur:

dan satu masalah lagi yaitu tentang kita angget/linggik zike maulid di dayah dimana tersebut matan yang jelas supaya mudah kita beri argumat terhadap orang kampung

Jawab :

Sudah menjadi kebiasaan di Aceh dalam memperingati Maulid Nabi besar Muhammad SAW didakan zikir barzanji yang berisi puji-pujian kepada Nabi SAW. Sebagian mereka ada yang menggoyangkan tubuh dengan mengikuti irama semacam tarian (orang Aceh menyebutnya lingik likee). Lingik likee ini dilakukan baik pada waktu duduk maupun waktu berdiri.

Pada prinsipnya lingik likee ini boleh-boleh saja dilakukan asalkan dilakukan memperhatikan adab-adab berzikir dan tidak ada unsur perbuatan maksiat di dalamnya, karena sejauh pengetahuan kami, tidak tidak ada dalil syara’ yang melarangnya. Karena itu berlaku qaidah fiqh berbunyi :


الاصل في الاشياء الاباحة حتى يدل الدليل على التحريم

“Asal sesuatu adalah mubah sehingga ada dalil yang menunjuki kepada haram.”[1]

Menurut hemat kami, adab-adab yang harus diperhatikan waktu lingik likee, antara lain :
1. Lingik likee tersebut tidak menyebabkan kesalahan mengucapkan zikir. Hal ini sangat penting diperhatikan, karena kesibukan dengan goyang tubuh (lingik likee) kadang-kadang melalaikan pengucapkan zikir yang benar. Kalau lingik likee dapat menyebabkan kesalahan pengucapan zikir sehingga dapat merobah maknanya, maka ini tidak jauh kalau kita katakan bahwa lingik likeemacam ini adalah haram.

2. Lingik likee tersebut tidak menyerupai perbuatan orang fasid. Misalnya Lingik likee yang dilakukan seperti tarian yang yang biasanya dilakukan penyanyi-penyanyi rock dan penyanyi dangdut. Seandainya dilakukan lingik likeeseperti ini dengan qashad menyerupai mereka, maka haram hukumnya berdasarkan hadits Nabi SAW berbunyi :
من تشبه بقوم فهومنهم

Artinya : Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dalam kaum itu.

Al-Sakhawy mengatakan, hadits ini diriwayat oleh Ahmad, Abu Daud dan al-Thabrany dalam al-Kabir dari hadits Muniib al-Jarsyi dari Ibnu Umar secara marfu’ dengan sanad dha’if, namun hadits ini telah disokong oleh hadits Huzaifah dan Abu Hurairah di sisi al-Bazar, di sisi Abu Na’im dalam Tarikh Ashbahan dari Anas dan di sisi al-Qadha’i dari hadits Thawus secara mursal.[2] Dengan demikian, hadits ini meskipun sanadnya dhaif, kualitasnya naik menjadi hasan karena ada sokongan dari jalur-jalur lain sebagaimana terlihat dari uraian di atas. Kesimpulan ini sesuai dengan pernyataan Ibnu Hajar al-Asqalani berikut :

”Hadits ini dikeluarkan Abu Daud dengan sanad hasan.[3]

Ibnu Hajar Haitamy r.h. ditanya apakah halal main dengan panah kecil yang tidak bermanfaat dan tidak dapat membunuh binatang buruan tetapi hanya disediakan untuk permainan bagi orang-orang kafir, makan pisang yang banyak yang dimasak dengan mencampurkan gula, memakaikan anak-anak dengan pakaian berwarna kuning karena mengikuti anggapan penting ini oleh orang kafir pada sebagian hari raya mereka atau memberikan pakaian dan kebutuhan bagi mereka karena orang itu dan mereka ada hubungan dimana salah satunya adalah penyewa bagi lainnya karena menghormati hari Nairuz (hari awal tahun orang Qubthi) atau lainya ?. 

Sesungguhnya orang-orang kafir, anak-anak dan dewasa, orang biasa/kecil dan tokoh-tokoh bahkan hamba sahaya dari kalangan mereka, sangat mementingkan panah kecil dan permainannya dan makan pisang yang banyak yang dimasak dengan gula. Demikian juga memakaikan anak-anak dengan pakaian berwarna kuning dan memberikan pakaian dan kebutuhan-kebutuhan kepada orang-orang yang berhubungan dengan mereka. 

Sedangkan pada hari itu, pada mereka tidak ada ibadah menyembah patung atau lainnya. Hari itu adalah apabila bulan pada hari keberuntungan penyembelih, yaitu pada buruj Singa. Sekelompok orang muslimin, pada saat melihat perbuatan kafir tersebut, juga melakukannya seperti mereka, maka apakah itu menjadi kafir atau berdosa orang muslim apabila melakukannya seperti perbuatan mereka dengan tanpa mengi’tiqad menghormati hari raya mereka dan tanpa karena mengikuti mereka atau tidak ?. 

Beliau menjawab :

“Tidak menjadi kafir dengan sebab melakukan sesuatu dari itu semua. Sesungguhnya Ashabina (sahabat kita) telah menjelaskan bahwa kalau seseorang mengikat zinar pada pinggangnya atau meletak atas kepalanya peci Majusi, tidak menjadi kafir dengan semata-mata demikian. 

Oleh karena itu, tidak menjadi kafir dengan sebab yang tersebut pada pertanyaan di atas lebih aula (lebih patut) dan itu dhahir, bahkan melakukan sesuatu yang disebutkan itu tidak haram apabila diqashadkan menyerupai dengan kafir yang bukan dari aspek kekafirannya. Jika tidak (jika dari aspek kekafirannya), maka kafir secara qatha’. 

Kesimpulannya kalau dilakukannya dengan qashad menyerupai kafir pada syi’ar kufur, maka kafir secara qatha’ atau pada syi’ar hari raya mereka dengan qatha’ nadhar (mengesampingkan) dari kekufuran, maka tidak menjadi kafir, tetapi berdosa dan apabila tidak mengqashadkan menyerupai sama sekali orang kafir, maka tidak ada sesuatupun atasnya. [4]

Adapun apabila tidak mengqashad menyerupai mereka, maka minimal ini, hukumnya makruh, karena kita dianjurkan menyelisih perbuatan orang-orang fasid sebagaimana dianjurkan menyelisih perbuatan orang-orang kafir sebagaimana contoh-contoh di bawah ini, yaitu :

a. Perintah makan sahur untuk menyelisih Ahlul Kitab ketika puasa, berdasarkan hadits dari Amr bin ‘Ash, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda :

فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ

“Perbedaan antara puasa kita dengan puasa ahl al-Kitab adalah makan sahur” (H.R. Muslim)[5]

Telah terjadi ijmak ulama bahwa hukum makan sahur pada malam hari puasa adalah sunnah, tidak wajib.[6]

b. Perintah merubah uban untuk menyelisih kaum Yahudi dan Nashrani, berdasarkan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda :

إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لَا يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْ

“Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak menyemir uban mereka, maka selisihlah mereka.” (HR. Bukhari [7] dan Muslim[8] )

dan hadits Jabir :

عن جابر بن عبد الله قال أتي بأبي قحافة يوم فتح مكة ورأسه ولحيته كالثغامة بياضا فقال رسول الله صلعم غَيِّرُوا هَذَا بِشَيْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ

“Dari Jabir bin Abdullah, beliau berkata : “Abu Qahafah muncul pada hari penaklukan Makkah dengan kepala dan jenggot sudah beruban seperti serbuk sari, maka bersabda Rasulullah SAW : “Ubahlah uban ini dengan sesuatu, tetapi hindarilah warna hitam”.(HR. Muslim)[9]

Telah datang riwayat dari Nabi yang memerintahkan merobah uban rambut sebagaimana datang hadits yang melarang merobah uban. Datang riwayat yang berbeda ini mengakibatkan muncul perbedaan pendapat para Sahabat dan Tabi’in sesudah mereka, sebagian mereka mengatakan merobahnya lebih afdhal dan sebagian lain berpendapat membiarkannya tanpa dirobah lebih afdhal, namun mereka ijmak bahwa merobah atau membiarkan tanpa dirobah tidaklah wajib. Al-Thabrani mengatakan :

“Yang benar, atsar yang diriwayat dari Nabi SAW merobah uban dan melarang merobahnya adalah semuanya shahih dan tidak ada pertentangan padanya, tetapi perintah merobahnya adalah untuk orang-orang yang ubannya seperti uban Abi Quhafah dan larangannya bagi orang-orang yang ubannya masih bercampur (bercampur dengan rambut hitam) Karena itu, perbedaan para Salaf dalam melaksanakan dua hal tersebut adalah berdasarkan perbedaan keadaan uban mereka. Namun yang pasti perintah dan larangan tentang merobah uban tersebut bukanlah wajib secara ijmak, karenanya sebagian mereka tidak saling mengingkari sebagian yang lain.”[10]

c. Perintah memakai sandal dan sepatu dalam shalat berdasarkan hadits Nabi SAW dari Syaddad bin Aus, berbunyi :

خَالِفُوا الْيَهُودَ فَإِنَّهُمْ لَا يُصَلُّونَ فِي نِعَالِهِمْ وَلَا خِفَافِهِمْ

“Sesunguhnya Yahudi tidak shalat memakai sandal, maka berselisihlah mereka.” (H.R. Abu Daud dan al-Hakim).[11]

Perintah berselisih di atas bukanlah perintah bermakna wajib, karena Nabi SAW sendiri pernah shalat tanpa menggunakan sandal berdasarkan Hadis dari Amr bin Syu’ib dari bapaknya dari kakeknya, beliau menyatakan :

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي حَافِيًا وَمُنْتَعِلًا

“Saya pernah melihat Rasulullah SAW terkadang shalat dengan tidak beralas kaki dan kadang shalat dengan memakai sandal. (HR. Abu Daud).[12]

Memakai sandal dalam shalat menurut Ibnu Daqiq al-‘Id merupakan rukshah, bukan suatu yang sunnah dalam shalat, namun menurut Ibnu Hajar al-Asqalany apabila memakainya dengan niat menyelesih kaum Yahudi sebagaimana kandungan hadits Syaddad bin Aus di atas, maka hukum memakainya menjadi dianjurkan.[13] Alhasil perintah memakai sandal dan sepatu dalam shalat untuk menyelisih kaum Yahudi di atas bukanlah perintah bermakna wajib.

d. Perintah puasa Tasu’a (sembilan Muharram) untuk menyelisih puasa kaum Yahudi dan Nashrani yang berpuasa ’Ayuraa sebagaimana kandungan hadits Ibnu Abbas beliau berkata :

حِينَ صَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ: فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

”Rasulullah SAW melaksanakan dan memerintah berpuasa pada Hari ’Asyuraa, ketika itu para sahabat berkata : ”Ya Rasulullah sesungguhnya hari Asyura itu merupakan hari yang dihormati oleh Yahudi dan Nashrani.” Rasulullah SAW menjawab : ”Apabila datang tahun depan, insya Allah kami berpuasa pada hari kesembilannya. Ibnu Abbas mengatakan : ”Tidak sempat datang tahun depan itu, karena Rasulullah SAW duluan wafat.” (H.R. Muslim)[14]

Keinginan Rasulullah SAW berpuasa hari kesembilan Muharram (Tasu’a) untuk menyelisih kaum Yahudi dan Nashrani dan sepakat para ulama hukum puasa Tasu’a tersebut adalah sunnah, tidak wajib.

[1] Al-Suyuthi, al-Asybah wal-Nadhair, al-Haramain, Singapura, Hal. 43
[2] Al-Sakhawy, al-Maqashid al-Hasanah, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 639
[3] Ibnu Hajar al-Asqalany, Fath al-Barry, Maktabah Syamilah, Juz. X, Hal. 271
[4] . Ibnu Hajar Haitamy, al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah, Darul Fikri, Beirut, Juz. IV, Hal. 238-239)
[5] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. III, hal. 130, No. hadits : 2604
[6] Ibnu Munzir, al-Ijmak, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Hal. 15
[7] Bukhari, Shahih Bikhari, Dar Thauq an-Najh, Juz. IV, Hal. 170, No. Hadits : 3462
[8] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. III, Hal. 1663, No. Hadits : 2103
[9] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. III, Hal. 1663, No. Hadits : 2102
[10] Al-Nawawi, Syarah Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. XIV, Hal. 80
[11] Ibnu Hajar al-Asqalany, Fathul Barii, al-Maktabah al-Salafiyah, Juz. I, Hal. 494
[12] Abu Daud, Sunan Abu Daud, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 176, No. Hadits : 653
[13] Ibnu Hajar al-Asqalany, Fathul Barii, al-Maktabah al-Salafiyah, Juz. I, Hal. 494
[14] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 797, No. Hadits : 1134

Wednesday 23 April 2014

Imam Abu Hasan Al-Syaari dan Imam Abu Mansur Al Maturidi

Untuk Perhatian: DR. WAN SUHAIMI WAN ABDULLAH, Jabatan Akidah Pemikiran Islam, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya (UM).

Assalamualaikum, Dr.

Topik: PEGANGAN SEJATI ULAMA BERZAMAN

SEJAK dulu hingga kini, pegangan sejati umat Islam dalam berakidah adalah berasaskan kepada manhaj Ahli Sunnah Wal Jamaah yang dibawa oleh Imam Abu Hasan Al-Asya�aridan Imam Abu Mansur Al-Maturidi. Seperti kata Sayyid Murtadha Al-Zabidi: �Apabiladisebut Ahli Sunnah Wal Jamaah, maka yang dimaksudkan dengannya ialah fahaman ataufatwa yang diajar oleh Imam Al-Asy�ari dan Al-Maturidiah.�



Justeru, sepanjang berabad umat Islam, termasuklah para ulama dalam pelbagai disiplin ilmu berpegang dengan metode kedua-dua imam Ahli Sunnah ini. Bahkan, dalam konteks Alam Melayu, umat Islam di wilayah ini hingga ke seluruh Nusantara turut berpegang dengan metode Al-Asya�irah dan Al-Maturidiah dalam berakidah.

Buktinya, dalam kitab-kitab karangan para ulama Melayu ratusan tahun jelas dinyatakan bahawa Ahli Sunnah Wal Jamaah dalam akidah ialah Al-Asya�irah dan Al-Maturidiah.

Malah, pengajaran kedua-dua ulama ini dalam berakidah banyak diajar kepada umat Islam hingga kini, sama ada dalam versi Bahasa Melayu atau Bahasa Arab, seperti Al-Durr Al-Thamin, oleh Syeikh Daud Al-Fathani dan Tuhfah Al-Murid � Ala Jauharah Al-Tauhid, oleh Syeikh Ibrahim Al-Baijuri.

Syeikh Abdullah Fahim juga pernah menyebutkan: �Tuan-tuan sedia maklum beratus-ratus tahun bahawa orang bangsa Melayu se-Malaya ini dari peringkat ke bawah hingga peringkat ke atas; awam, qadi, ulama, menteri hingga raja-raja, sekalian mereka itu bermazhab dengan mazhab Imam Syafi�e ijma�an (sepakat), tiada seorang pun yang bermazhab lain daripada mazhab Syafi�e, yakni haram melanggar ijma��.usuluddin (pula) atas perjalanan Abu Al-Hasan Al-Ash�ari�� � (Lihat Manifesto Intisari dan Rahsia Dalam Pemikiran dan Pengamalan Islam, ms/ 163).

Namun, mutakhir ini, timbul banyak desas-desus dan fitnah yang disemarakkan oleh golongan yang tidak bertanggungjawab dan bertopengkan ulama terhadap Imam Abu Hasan Al-Asya�ari. Mereka menghukum bahawa Imam Abu Hasan dan semua yang menganut fahaman Al-Asya�irah telah terkeluar dari ruang lingkup aqidah Ahli Sunnah Wal Jamaah.

Dakwa mereka lagi, fahaman yang dibawa oleh Al-Asya�irah tidak pernah wujud dan tidak diamalkan oleh ulama Salaf yang berpegang dengan Manhaj Ahli Sunnah.

Persoalannya, sejauh manakah benarnya dakwaan mereka itu? Apakah desas-desus dan fitnah yang cuba ditimbulkan ini adalah semata-mata untuk menggugat pegangan sejati ulama dan umat Islam berzaman?Soalan-Soalan Berkaitan:-

1. Berdasarkan kepada dakwaan itu, boleh Dr. jelaskan sejauh manakah kebenarannya bahawa pegangan Al-Asya�irah terkeluar dari aqidah Ahli Sunnah Wal Jamaah?

Apakah pendekatan yang dibawa oleh Imam Asya�ari dan Imam Maturidi dalam akidah tidak menepati petunjuk Al-Quran dan As-Sunnah? Benarkah dakwaan yang mengatakan bahawa apa yang diajarkan oleh kedua-dua imam ini bercanggah dengan Al-Quran dan As-Sunnah?

Persoalan di sini berkaitan dengan dua perkara: Pertama, pemikiran al-Asha`irah dan sejauhmanakah ia selaras dengan al-Qur’an dan al-Sunnah serta pemikiran pengasanya Abu al-Hasan al-Ash`ari, pengasas mazhab tersebut. Kedua, siapa sebenarnya Ahl al-Sunnah wa al-Jama`ah?


Perkara yang pertama di atas amat mendasar kerana ada orang beranggapan bahawa Abu al-Hasan adalah dari kalangan Salaf al-Soleh dan oleh itu metode beliau pastinya selaras dengan al-Qur’an dan al-Sunnah. Golongan ini tidak akan sama sekali mempertikaikan Abu al-Hasan namun mereka akan mempertikaikan para pendokong mazhabnya iaitu al-Asha`irah. Hujah yang biasa dikemukakan ialah bahawa al-Asha`irah telah menyimpang dari metode Abu al-Hasan, oleh itu mereka juga dikatakan menyimpang dari pendekatan al-Qur’an dan al-Sunnah.


Dalam menjelaskan hal berkaitan perkara pertama ini, suatu yang perlu difahami ialah setiap mazhab dan pemikiran itu berkembang dengan perkembangan zaman dan tempat. Nisbah sesuatu aliran kepada seseorang pengasas mazhab atau aliran tidak semestinya bermakna tidak akan berlaku sebarang perkembangan dalam mazhab tersebut. Sebaliknya kegagalan para pendokong terkemudian dari tokoh pengasas sesuatu mazhab itu dilihat sebagai sebab utama kenapa mazhab itu tidak berkembang dan mungkin akan lenyap akhirnya dari persada sejarah.



Ini adalah suatu yang lumrah kerana, berbeza dengan syariat para Nabi a.s. yang berasaskan wahyu, pengasas sesuatu mazhab atau aliran tidak akan mampu menggariskan semua perincian pemikiran mazhabnya untuk tempoh masa kehadapan yang lama kerana umur dan kehidupannya yang terhad. Semestinya akan ada isu-isu yang tidak diperincikan secara yang lengkap, sama ada kerana isu tersebut belum lagi lahir semasa hidupnya ataupun mungkin kerana sesuatu isu itu tidak memerlukan perhatian sedemikian kerana ia tidak menimbulkan masalah kepada masyarakatnya ketika itu. 


Namun, ekoran perkembangan masa dan tempat, lahir pelbagai isu dan cabaran baru yang menuntut tumpuan dan perbahasan semasa oleh para ilmuwan ketika itu. Inilah yang mentafsirkan berlakunya perkembangan pemikiran dan tafsiran baru sesuatu mazhab.


Kewibawaan para pendokong sesuatu mazhab dalam mengintegrasikan faham pengasasnya dengan hal dan tuntutan semasa isu itu akan memastikan mazhab tersebut diiktiraf, disegani, didokong dan disebarkan zaman berzaman. Hal sebegini berlaku dalam pelbagai mazhab dalam Islam sama ada mazhab feqah, Kalam, bahkan tasawuf dan falsafah. 

Bandingkan kenapa mazhab al-Shafe`i lebih luas sebaran dan dokongannya berbanding mazhab feqah Sunni atau Syiah yang lain. Begitu juga dengan faham akidah al-Ash`ari dengan pemikiran akidah Sunni atau Syiah yang lain. 


Begitu juga dengan aliran al-Junayd al-Baghdadi dalam tasawuf dan pendekatan al-Ghazali dalam falsafah. Dari aspek yang lain pula, perkembangan yang dilakukan oleh para pendokong terkemudian sesuatu mazhab tidak pula bermakna mereka telah mengabaikan perdekatan asal pengasas mazhab tersebut. 

Perkembangan sesuatu mazhab sebenarnya berlaku dalam kerangka umum mazhab dan inilah yang menjadikan mereka berhakmenisbahkan diri mereka kepada mazhab tersebut. Sebagai contoh, kerangka mazhab al-Ash`ari adalah kerangka pertengahan (al-wasatiyyah) di antara akal yang melampau dan nas yang sempit. Ini juga adalah kerangka yang dianjurkan oleh al-Qur’an. 



Oleh yang demikian, sebarang penyimpangan dari jalan pertengahan ini akan menjarakkan seseorang atau sesuatu pandangan itu dari pendekatan al-Ash`ari yang sebenar. 

Cuma, apa yang perlu diingatkan ialah terdapat dua hal yang berbeza apabila memperkatakan tentang golongan yang menjarak dari pendekatan Wasatiyyah ini; ada yang dengan sengaja memilih untuk menjarak sama ada lebih ke arah akli seperti Mu`tazilah dan Syiah, atau lebih ke arah nas seperti Hanabilah, aliran Ibn Taimiyyah (Taimiyyun) dan Wahabi; dan ada pula yang tersasar sedikit lebih ke arah akli, walaupun belum mencapai tahap Mu`tazilah, seperti yang dapat diperhatikan pada Imam Fakhr al-Din al-Razi dan Saif al-Din al-Amidi dari pendokong al-Asha`irah. 

Dalam hal yang kedua ini, mereka masih belum terkeluar sepenuhnya dari pendekatan Wasatiyah di atas kerana ternyata hasil pemikiran dan pentafsiran mereka masih selaras dengan pandangan imam-imam al-Ash`ariyyah yang lain. Hal yang sama juga berlaku dalam perkembangan mazhab al-Maturidiyyah.


Jadi, berdasarkan keadaaan ini, adalah salah disifatkan tokoh-tokoh al-Ash`ariyyah mutakhir ini telah terkeluar dari pendekatan Abu al-Hasan al-Ash`ari atau menyimpang dari metode al-Quran dan al-Sunnah. Lebih-lebih lagi, jika perkembangan mutakhir al-Ash`ariyyah ini dikaitkan dengan pengaruh falsafah yang semakin mendapat tempat di kalangan ilmuwan Islam di zaman mutakhir. Ini jelas dari pendekatan yang dikemukakan oleh tokoh seperti al-Baidhawi, al-Iji dan al-Taftazani.


Pendekatan tokoh-tokoh mutakhir ini, walaupun nampak seakan terlalu janggal berbanding dengan tulisan Abu al-Hasan al-Ash`ari sendiri, namun mereka masih lagi menjaga dasar-dasar umum mazhab dan pandangan mereka juga masih selaras dengan pandangan asas Abu al-Hasan.

Perkembangan mazhab al-Ash`ariyyah berbanding dengan tafsiran pengasasnya Abual-Hasan al-Ash`ari boleh diibaratkan seumpama perkembangan orang Melayu kini; sama ada dari segi rupa paras, cara hidup dan budaya. Dengan mengenepikan elemen- elemen pembaratan yang melampau dan kekolotan minda yang terpencil, umat Melayu kini masih boleh dikatakan ‘Melayu’ kerana banyak elemen asas orang Melayu masih dapat dikenalpasti. Cuma melayunya orang Melayu kini pastinya tidak semelayu orang Melayu terdahulu. Perbezaan ini adalah suatu yang tidak dapat dielakkan. 


Apa yang boleh dipastikan adalah elemen kemelayuan itu perlu dipertahankan agar orang Melayu kini tidak bertukar menjadi orang ‘Putih’ atau orang lain. Begitu jugalah halnya dengan Abu al-Hasan al-Ash`ari sebagai Salaf al-Soleh yang ditegaskan oleh Nabi s.a.w. sebagai antara kurun terbaik umat Islam. Walaupun ‘kesalafan’ para pendokong al-Ash`ariyyah tidak sebagaimana salafnya Abu al-Hasan, ini tidak bermakna mereka terpisah dari Abu al-Hasan. 


Tambahan pula mereka pastinya tidak mungkin disifatkan sebagai ‘salaf’ kerana itu hanya khusus kepada tiga kurun pertama Islam. Jika ini berlaku, maka keistimewaan yang dinisbahkan kepada mereka sebagai zaman yang paling baik dari umat Islam keseluruhannya tidak lagi menjadi suatu keistimewaan. Oleh yang demikian, mereka tidak perlu melabelkan diri mereka sebagai‘salaf’ atau ‘sahabat’ atau ‘tabi`in’. Apa yang penting, keash`ariyah mereka masihkekal dan segar berkembang.


Seterusnya, dalam hal berkaitan sejauhmanakah metode mereka selaras dengan al-Qur’an dan al-Sunnah, ini tidak sepatutnya diragui. Tidak ada umat Islam yang sebenar yang membelakangi al-Qur’an dan al-Sunnah, apatah lagi dari kalangan ilmuwan yang muktabar. Dalam kes pendokong al-Asha`irah, ramai di antara mereka yang menguasai tafsir al-Quran dan penghuraian hadith. Imam Fakhr al-Din al-Razi dan Abu Bakr Ibn Furak boleh disebut sebagai contoh di sini. Kewibawaan al-Razidalam Tafsirnya dan kefahaman Ibn Furak dalam memperjelaskan hadith-hadith yangkabur (mutasyabihat) dalam karyanya Musykil al-Hadith wa Bayanuhu. 



Apa yangmenjadi masalah bagi mereka yang mendakwa bahawa golongan ini menyimpang dari al-Qur’an dan al-Sunnah ialah kerena mereka hanya mengiktiraf bentuk fahaman dan tafsiran yang literal terhadap al-Qur’an dan al-Sunnah. Ini adalah suatu bentukpemahaman nas yang tidak selaras dengan pendekatan Wasatiyyah al-Asha`irah.


2, Berdasarkan kepada pemahaman Al-Quran dan As-Sunnah, boleh Dr. perjelaskan apakah yang dimaksudkan dengan Ahli Sunnah Wal Jamaah? Benarkah pandangan yang membezakan di antara akidah Al-Asya�irah dan Al-Salafiyyah? Bolehkah secara ringkas Dr. huraikan tentang sejarah perkembangan Ahli Sunnah Wal Jamaah, bermula zaman Nabi s.a.whingga ke 500 tahun Hijrah? Ini kerana, terdapat dalam sebuah hadis menyatakan bahawa sebaik-baik kurun adalah sejak kurun pertama hingga kurun ketiga. 


Ada juga pendapat menyatakan sehingga kurun kelima iaitu, 500 tahun selepas hijrah. Isu kedua dari persoalan di atas, sebagaimana yang dinyatakan sebelum ini, ialah isu mentafsir siapakan sebenarnya Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah? Isu ini telah ditimbulkan kembali. Apa yang dinyatakan di atas tentang dua mazhab utama Ahl al-Sunnah wa al- Jamaah; iaitu mazhab al-Ash`ariyyah dan al-Maturidiyyah, yang telah disepakati oleh ilmuwan sepanjang zaman seolah-olah telah dipertikaikan. 


Sebaliknya secara gantian golongan yang mempertikaikan hal ini cuba menisbahkan gelaran tersebut kepada kelompok mereka sendiri. Golongan yang menganggap mereka sebagai pendokong Sunnah mengaitkan gelaran ini kepada mereka. Mungkinkah ini disebabkan tercatatnya perkataan ‘Sunnah’ dalam gelaran ini atau kerana hujah yang mereka sendiri kemuka dan tafsirkan. Dalam hal ini, suka diingatkan agar mereka juga perlu mengambilkira satu lain elemen besar dalam gelaran tersebut iaitu elemen ‘jamaah’.


Apa yang mereka tafsirkan dengan ‘jamaah’ ini? Tidakkah ia sekurang-kurangnyabermaksud ‘perkumpulan’ yang melambangkan suatu ‘persepakatan’, ‘kesatuan’, ‘kesinambungan’ atau ‘majoriti’? Jika ini maksudnya, apakah kesan dari dakwaan mereka ini membawa ke arah maksud ‘jamaah’ ini atau sebaliknya memecahbelahkan umat Islam? Kalau itulah hasilnya, apakah mereka layak menggelarkan diri sebagai ‘al-Jamaah’?

Isu penjenamaan ini bukan suatu isu baru dalam Islam. Sejak selepas kewafatan Rasulullah s.a.w. pelbagai jenama telah lahir atau dilabelkan. Semua cuba menampilkan nama yang positif, golongan Syiah mengaitkan perjuangan mereka sebagai penyokong Saidina Ali k.w. (Syi`ah Ali), golongan Mu`tazilah pula menampilkan nama Tauhid dan Keadilan (Ahl al-Tawhid wa al-`Adl). Menariknya ketika itu, gelaran Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah tidak dirujuk kepada kelompok tertentu sahaja. 


Ia merujuk kepada sejumlah perkumpulan umat Islam yang bertentangan dengan Syiah dan Mu`tazilah. Ini termasuk al-Ash`ariyyah dan al- Maturidiyyah dari aliran Kalam dan empat mazhab utama Fiqh Sunni. Namun dalam skop kelompok Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah ini, setiap mazhab menamakan mazhab mereka berdasarkan pengasasnya; al-Ash`ariyyah (Abu al-Hasan al-Ash`ari), al-Maturidiyyah (Abu Mansur al-Maturidi), al-Syafe`i (Ahmad b. Idris al-Syafe`i), al-Hanabilah (Ibn Hanbal) dan seterusnya. Apabila mereka berbicara sesama mereka,nama-nama ini disebut, bukan nama ‘salafi’, ‘ansar al-sunnah’ dsb.



 Ini menggambarkan amanah dan tanggungjawab ilmiah yang jelas, tanpa sebarang niat untuk berselindung dengan nama-nama yang mengelirukan, nama yang seolah melabelkan golongan mereka secara eksklusif dan menidakkan orang lain. Inilah yang berlaku kini dan inilah yang mengelirukan umat Islam amnya. Malah lebih dari itu mereka menisbahkan gelaran ‘ahl al-sunnah wa al-jamaah’ hanya kepada kelompok mereka yang terhad. 


Malah gelaran ‘Salaf’ yang khusus untuk tiga kurun terawal itu dilabelkan kepada kelompok semasa yang mendakwa mendokong ‘salafiyyah’, dan olehkerana imam al-Shafe`i dan al-Ash`ari itu dari kalangan Salaf al-Soleh, mereka turut ‘mentakwil’ mendakwa bahawa kedua imam ini turut sealiran dengan mereka. Kenapa perlu berselindung dengan nama-nama ini? Kenapa tidak diteruskan tradisi Hanabilah (Ibn Hanbal) yang juga dari kalangan Salaf al-Soleh? 


Atau kenapa tidak dipopularkan nama Ibn Taimiyyah (Taymiyyun) atau Muhammad `Abd al-Wahhab (Wahhabiyyun)? Ini lebih jelas yang tidak mengelirukan. Jadi sekali lagi ditegaskan bahawa golongan Salaf al-Soleh tetap umat terbaik dalam sejarah Islam. Kita boleh berusaha untuk menjejaki langkah mereka tapi kita tidak akan jadi sebagaimana ‘terbaik’ mereka itu.


3. Dakwa mereka lagi, pengajaran sifat 20 dan sebagainya yang terdapat dalam metode Imam Al-Asya�ari tidak pernah wujud pada zaman awal Islam dan tidak pernah diajarkan oleh Nabi s.a.w kepada umatnya. Tambah mereka lagi, apa yang diajarkan oleh Imam Asya�ari tidak boleh meningkatkan keimanan, sebaliknya membawa umat Islam kepada perbincangan ilmu kalam yang tidak berkesudahan. Boleh Dr. jelaskan persoalan ini?

Sebagaimana yang dijelaskan di atas, isu pendekatan mazhab ada penjelasannya dari segi sejarah dan tabiat masa dan tempat. Hujah sesuatu itu tiada di zaman awal Islam tidak boleh dijadikan alasan kerana Islam itu sesuai bagi setiap masa dan tempat. Menghadkan segala perkembangan kepada apa yang ada di awal Islam semata-mata tidak akan memungkinkan Islam itu disesuaikan dengan masa dan tempat.


 Ini akan memudarkan sifat universal Islam itu sendiri. Asas penilaian sebenar bagi sesuatu pendekatan bukanlah pada bila masa ia dikemukakan, tapi kepada keberkesanan dan kesesuaiannya. Keberkesanan dan kesesuaian sesuatu pendekatan ini pula boleh dilihat berdasarkan sasaran dan suasana pendekatan itu dikemukakan. Ia juga perlu dihuraikan selengkapnya agar tidak disalah tafsirkan. Semua ini adalah Islam selagi usul agama masih yang sama.


Berdasarkan fakta di atas, pengajaran Tauhid sifat 20 ini perlu dinilai sebaiknya. Apakah suasana sebenar ketika ia dikemukakan? Apakah ia tidak berkesan dan tidak sesuai secara mutlak? Jika sedemikian bagaimana ia boleh bertahan dan berpengaruh sedemikian dalam sejarah umat Islam? Apakah ini bermakna ilmuwan terdahulu membicarakan suatu yang tidak berfaedah? 

Atau mungkinkah ia diketengahkan bukan pada tempat dan masanya yang sesuai? Atau kerana penjelasan tentangnya tidak dikemukakan selengkapnya? Kalau kemungkinan akhir ini yang menjadi penjelasan, maka ia bukannya masalah pendekatan, sebaliknya masalah kepakaran, kemampuan dan kesesuaian sasaran. Dan kalaulah ini halnya, memanglah ia bukan sahaja tidak boleh meningkatkan keimanan, bahkan mungkin boleh mengeliru dan menjemukan.


4. Ada pendapat menyatakan, pegangan Imam Asya�ari dalam akidah melalui 3 peringkat iaitu: (1) Berpegang dengan akidah Muktazilah (2) Berpegang dengan akidah yang mensabitkan beberapa sifat aqliyyah seperti; hayat, ilmu, qudrat serta mentakwilkan sifat-sifat khabariyyah seperti; wajh, yadain, qidam dan lain-lain. Manakala yang ke (3) Beliau berpegang kepada mazhab Salafi yang tidak mentakwilkan sifat-sifat khabariyyah tadi. Bagi mereka, peringkat ketiga adalah pegangan beliau yang menepati Ahli Sunnah Wal Jamaah. 


Boleh Dr. jelaskan persoalan ini? Pandangan yang mengatakan bahawa mazhab Abu al-Hasan yang terakhir adalah mazhab Salafi merujuk kepada kepercayaan bahawa karyanya yang berjudul al-Ibanah `an Usul al-Diyanah yang mengetengahkan pendekatan ulama Salaf al-Soleh adalah karya terakhir Abu al-Hasan. Manakala golongan yang mengatakan bahawa Abu al- Hasan berpegang dengan akidah ta`wil pula menegaskan bahawa karya al-Ibanah bukanlah karya akhir beliau, sebaliknya kitab al-Luma` yang berpendekatan kalam adalah karya terakhirnya. Perbincangan tentang hal ini diperdebatkan sejak sekian lama oleh para pengkaji.


Namun, secara umumnya perkembangan pemikiran al-Ash`ari ini adalah suatu yang dialami oleh beliau dan beliau lebih mengetahui apa yang beliau yakini sebenarnya. Para pengkaji yang datang kemudian yang mengkaji perkembangan pemikiran ini bebas mentafsirkan perihal akidah beliau. Untuk menghurai hal ini secara yang lengkap memerlukan penelitian yang lebih menyeluruh. 



Cuma apa yang boleh diutarakan di sini ialah apapun tafsiran kita sekarang, kenyataan tokoh-tokoh ilmuwan lampau yang sezaman atau hampir dengan zamannya seperti Ibn Asakir, Ibn Furak, al- Baqillani dan al-Juwayni perlu diambilkira. Mereka pastinya sedar akan karya dan pemikiran Abu al-Hasan dan pastinya mereka lebih memahami Abu al-Hasan berbanding kita.

Berdasarkan dua fakta di atas, jika kita amati perkembangan mazhab al Ash`ariyyah selepas Abu al-Hasan, khususnya di tangan tokoh-tokoh seperti Ibn Furak, al-Baqillani, al-Juwayni, al-Ghazali dan sebagainya, tidak kita dapati seorangpun dari mereka yang mendakwa bahawa Abu al-Hasan berfahaman ‘Salafi’ sebagaimana yang didakwa sekarang. Patutkah diandaikan bahawa semua mereka ini tidak sedar akidah manakah sebenarnya yang dianuti Abu al-Hasan sehinggakan kita kini datang untuk menyatakan hal yang sebenar? Apakah kita lebih faham membaca karya Abu al-Hasan berbanding mereka?

8. Sebagaimana dihuraikan oleh Dr. dalam sesi pembentangan tentang masalah dalaman kaum Muslimin, apakah Dr. melihat situasi yang berlaku ini timbul hasil permasalahan dalaman kaum Muslimin? Secara ringkasnya, boleh Dr. perincikan isu ini berdasarkan buku Risalah Kaum Muslimin oleh Prof Naquib Al-Attas untuk tatapan kaum Muslimin?

Ya, saya rasa apa yang dikupas oleh Profesor Syed Muhammad Naquib al-Attas dalam mendedahkan masalah dalaman umat Islam yang sebenar dalam bukunya Risalah Untuk Kaum Muslimin memang tepat. Semua konflik pemikiran dan mazhab, bahkan politik dan kemasyarakatan, yang berlaku dalam sejarah umat Islam adalah berpunca dari kejahilan ummah. Ini secara khusus merujuk kepada usaha pendidikan yang tidak komprehensif, pendidikan yang tidak seimbang. 


Tugas dan misi pendidikan tidak dikendalikan oleh pihak yang layak manakala pendidikan pula dikaitkan dengan pelbagai agenda tersirat. Pendidikan yang mengabaikan adab; adab terhadap diri, adab terhadap orang lain, adab terhadap autoriti. Sikap tidak mengenali siapa yang berwibawa dan siapa yang tidak serta sifat menyamaratakan di antara para ilmuwan, semua ini memarakkan lagi sikap biadab umat Islam. 

Sifat-sifat ini boleh diperhatikan pada tiga kelompok bermasalah dalam masyarakat Islam kini, kelompok yang masing- masing menyumbang kepada pelbagai masalah dalam umat Islam, iaitu golongan Modenis, Salafi dan sekular. Semua mereka mempertikaikan autoriti dan menyamaratakan antara ilmuwan. Tiada beza bagi mereka antara autoriti Arkoun, Nasr Abu Zayd, Albani, dan sebagainya dengan mana-mana tokoh ilmuwan awalseperti al-Shafe`i, al-Ghazali, Ibn Arabi dan mereka yang seangkatannya. 

Sikap sebegini menjadikan mereka biadap atas nama ‘keluar dari taklid’, atas nama tidak mempertuhankan ulama, atas nama reformasi. Mereka lupa tentang jasa tokoh-tokoh tersebut, tentang sumbangan ilmiah mereka, sumbangan yang mana umat kini bukan sekadar tidak mampu menghasilkan karya sedemikian, bahkan jarang di antara kita yang betul-betul mampu menyelami makna dan maksud kupasan mereka.


 Layakkah untuk kita membandingkan di antara tulisan-tulisan makalah akhbar awam, hatta tesis- tesis PhD penyelidik kini dengan karya-karya agung mereka? Manakah yang lebihberautoriti, antara makalah akhbar yang diiktiraf awam atau tesis ilmiah yang dinilai oleh panel yang mungkin lebih keliru berbanding dengan himpunan karya agung yang diiktiraf bukan sahaja oleh masyarakat ilmuwan sezaman bahkan oleh para pakar berzaman-zaman. 


Semua fenomena ini menjelaskan betapa kita kini kebudak-budakan dalam ilmu berbanding bintang-bintang ilmuwan terdahulu. Oleh itu, kita perlu ada suatu sangkaan baik apabila berinteraksi dengan sumbangan ilmiah mereka, berusaha secara bersungguh untuk memahaminya dan dalam masa yang sama hendaklah berhati-hati apabila menilai mereka, agar kita tidak dilihat sebagai ‘anjing menyalak gunung’.


9. Berbalik kepada isu yang dibincangkan ini, pada hemat Dr, bagaimanakah bentuk usaha- usaha yang harus dijalankan bagi memantapkan akidah umat Islam menurut pegangan sejati Ahli Sunnah Wal Jamaah, sebagaimana yang dipegang oleh para ulama zaman-berzaman? Akidah adalah suatu yang tetap (thabit) dan tidak berubah. Ia tidak seperti hukum feqah yang kadang-kadang perlu dikembangkan seiring perkembangan zaman. Makna sesuatu yang thabit itu ialah ia tidak tunduk kepada sebarang perubahan. Sejak Islam lahir lebih dari 14 kurun yang lalu dan bertahan sehingga kini, sejak itu juga akidahnya difahami dan dihayati. Dalam tempoh tersebut dan tempoh-tempoh seterusnya, akidah Islam akan tetap bertahan dan dianuti.

Keberterusan akidah ini antara lain disebabkan oleh kebenaran ajarannya. Ia juga boleh dikaitkan dengan usaha para ilmuwan lampau membahas, memperjelas dan mempertahankannya di hadapan pelbagai cabaran dan dakyah musuh Islam. Walaupun kaedah memperjelas dan mempertahankannya berbagai mengikut kesesuaian masa dan tempat, namun kerangka umum akidah dan dasar-dasarnya tetap sama, iaitu merangkumi aspek Ketuhanan, Kenabian dan Hari akhirat atau Sam`iyyat.

Sejarah perkembangan perbahasan berkaitan akidah dalam Islam menyaksikan pelbagai aliran dan tafsiran yang muncul. Ia dapat dibahagikan kepada dua ekstrim; sama ada terlalu literal dalam memahami nas seperti golongan Hasywiyyah dan Hanabilah, atau terlalu liberal mengagungkan akal seperti Mu`tazilah dan Syiah. 

Di samping itu, akidah Islam juga berhadapan dengan pelbagai tohmahan dan usaha untuk mengelirukan umat Islam tentang akidah mereka. Ini merangkumi tohmahan dan kekeliruan yang cuba disebarkan oleh golongan Yahudi dan Nasrani (Kristian) yang tidak akan redha dengan akidah dan ajaran Islam dan tidak akan berputus asa kecuali jika mereka berjaya sekurang-kurangnya menjauhkan umat Islam dari akidah mereka.

Kepelbagaian tafsiran atau aliran yang lahir serta segala macam tohmahan dan kekeliruan yang cuba disebarkan oleh musuh Islam walau bagaimanapun telah berjaya ditangani secara yang baik oleh para ilmuwan Islam yang lampau. Hasilnya kepelbagaian tafsiran ini dapat dikawal dan dibendung dari terus menjarak dan menghancurkan perpaduan ummah. Kekeliruan dan tohmahan luar dapat dijawab dan dipatahkan.

Kejayaan sebegini tidak akan berhasil jika aliran peneraju perjuangan itu gagal mengenalpasti kelemahan setiap aliran dan tohmahan di atas dan tidak pula berdaya mengemukakan suatu pendekatan dan penjelasan yang diterima ramai. Penjelasan yang dikemukakan itu pastinya bukanlah penjelasan yang mendokong mana dua ekstrim di atas kerana ia pastinya tidak akan diterima umum. 

Ia pastinya suatu pendekatan dan penjelasan ‘pertengahan’ (wasatiyyah) yang dihuraikan sebelum ini. Ia adalah pendekatan Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah. Ia adalah pendekatan yang menerima nas bukan secara literal dan meraikan akal bukan dalam bentuk yang liberal. Inilahyang diperjuangkan oleh al-Asha`irah dan rantaian bintang ilmuwan mereka, rantaianyang sama sekali bebas dari golongan Salafi Wahabi atau Modenis liberal.

Berbalik kepada persoalan bagaimanakah bentuk usaha yang harus dijalankan bagi memantapkan akidah umat Islam menurut pegangan sejati Ahli Sunnah Wal Jamaah, kita perlu jelas terlebih dahulu bahawa Ahl al-Sunnah wa al-Jammah ini adalah golongan yang telah berjasa dan berjaya sebelum ini dalam mengawal dan menjaga akidah Islam dari ‘pelampau’ dan musuh. 

Kalau mereka berjaya dengan semangat yang sedia didokong, semangat yang sama juga pasti akan berhasil jika dikuasai dengan baik. Tambahan pula, isu akidah adalah isu yang thabit, maka masalah dan cabarannya pun biasanya tidak berbeza dari segi intinya, walaupun mungkin berbeza dari segi zahirnya.

Jadi isunya sekarang ialah bagaimana boleh kita kuasai semua itu? Sumber dan contoh penyelesaian sudah tersedia dikembang dan ditafsir sejak berzaman. Kita hanya perlu berusaha memahami penjelasan akidah tersebut dan menyebarnya dalam bahasa semasa. Dengan cara ini kita akan menyambung usaha para bintang ilmuwan lampau itu dan dengan ini juga kita akan mampu menghadapi pelbagai aliran dan tohmahanyang pasti akan sentiasa mendatang.

Ini dari segi pemahaman dan penghujahan. Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah juga menekankan aspek amalan dan mujahadah. Usaha pemantapan akidah perlu digandingkan dengan usaha bina amal dan jiwa yang umumnya diperkatakan dalam feqah dan tasawuf. Warisan feqah dan tasawuf Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah amat kaya.

Ini juga perlu diusahakan pemahaman dan penghayatannya. Hanya dalam tradisi Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah ini sahaja kita dapati suatu gandingan yang harmoni antara ketiga-tiga unsur asas Islam ini. Ini tidak didapati dalam tradisi yang anti tasawuf dan taksub kepada hanya mazhab zahir.

Profil Dr. Wan Suhaimi Wan Abdullah:-

Umur: 39 tahun

Tarikh, tempat lahir, asal usul: 30.12.1968 di Kelantan

Latar belakang pengajian/ guru-guru: B.A. Usuluddin (Akidah dan Falsafah)

Universiti al-Azhar, Kaherah, M.A. Falsafah Islam, Universiti Kaherah,

Kaherah dan PhD Pemikiran Islam, ISTAC, UIAM.

Kerjaya; jawatan yang disandang: Pensyarah Kanan, Jabatan Akidah dan

Pemikiran Islam, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya

Penglibatan dalam aktiviti kemasyarakatan/ aktiviti berdakwah/

pembentangan kertas kerja dan sbgnya: (Lihat lampiran CV)

Penulisan karya: (Lihat lampiran CV)

Sekian dahulu, persoalan-persoalan yang ingin saya ketengahkan kepada Dr. Harapan saya, kerjasama dan perhatian daripada Dr. akan dapat membantu menjawab segala persoalan di atas, di mana sebahagian besarnya amat perlu kepada penjelasan segera, lebih-lebih lagi terhadap tohmahan yang tidak bertanggungjawab oleh sesetengah pihak, demi kebaikan umat Islam dan ummah manusia.

Moga, dengan penjelasan itu nanti akan memberikan kefahaman mendalam kepada umat Islam tentang hakikat sebenar pegangan sejati Ahli Sunnah Wal Jamaah sejak zaman- berzaman, sekali gus menyanggah segala fitnah dan desas-desus jahat terhadap para ulama muktabar serta dapat mengembalikan kesucian Islam.Untuk makluman Dr., perbincangan ini akan saya paparkan dalam Majalah CERMIN keluaran MEI bilangan 104, insyaAllah. Sekiranya Dr. dapat mengemailkan gambar-gambar yang berkaitan sewaktu belajar di Mesir dahulu atau gambar yang berkaitan adalah dialu- alukan. Semoga Allah memberkati usaha Dr.

Sekian Wassalam.

�HIDUP BERTERASKAN AL-QURAN DAN AS-SUNNAH�

Disediakan oleh:-

Muhammad Hafiz Mat Tajudin,

Wartawan Majalah CERMIN,

Email: fathoniebest04@yahoo.com

Tel: 012-3075796 @ 03-61880778

Sunday 20 April 2014

Macai UMNO nak UNGKIT jasa UMNO 1980an KONON???

 ULASAN...sayang perenggan di BAWAH SEKALI ini...agaknya di TULIS oleh SI BANGANG...asalkan menentang BN UMNO...maka SALAH BESAR lah...

Kenapakah hanya KHALID IBRAHIM yang salah...????

Pada tahun 1980an...orang Melayu seperti Tan Sri Ismail Ali ( Bekas Gabenor Bank Negara )...memang ramai...TETAPI menjelang 1990an...Melayu yang tak BERJASA pula sebok nak rampas HARTA tersebut...

Sungguh Malang ORANG MELAYU...negara ada DUA kekayaan BESAR...petroleum PETRONAS 1974 dan Ladang Guthrie...TETAPI Melayu terus juga MISKIN....kerana mulai 1990an...pemimpin BN UMNO...sebok KAYAkan DIRI dan KRONI sahaja...

Carilah SEJARAH PEMILIHAN UMNO tahun 1986/87...Parti UMNO terbelah DUA...Team A dengan Team B...

Adakah ini SALAH...Khalid Ibrahim atau orang Melayu????

Yang dibenci rupa-rupanya seorang HERO.
 


THE GREAT DAWN RAID SEPTEMBER 1981


http://akhzaman.blogspot.com/2014/04/yang-dibenci-rupa-rupanya-seorang-hero.html 
Pertama kali berlaku dalam lipatan sejarah. Sejarah yang terpahat ini amat memalukan bangsa Inggeris yang sombong bongkak itu. Sejarah ini sangat dramatik yang pertama berlaku pada waktu itu. Britain malu besar. 

Sejarah yang selamanya sukar dipadam. Mulai dari kejutan ini, British mula gentar terhadap keupayaan "rahsia" Melayu. Mengejutkan, Melayu juga mampu mengeksploitasi syarikat asing (Rothchild) untuk menjayakan serangan "subuh" berkenaan. Pelik bukan?

Ia tetap akan tercatit sebagai titik hitam sejarah Britain. Bukan setakat itu, segala tindak balas British telah memakan tuannya, Penjajah angkuh terkedu melutut memohon belas.


Ia juga membuka kembali balutan luka lama perhubungan Melayu Cina. Parut yang kekal bertapak di sana. Musuh Melayu nombor satu tetap kaum ini sejak dari zaman sebelum merdeka lagi. Sekiranya tidak berlaku serangan "subuh" ini, Malaysia akan menjadi negara takluk bangsa Cina walaupun Melayu yang memerintah. 
Tanah dan estet milik mereka (Cina) berkembang pesat atas pertolongan British. Kita bernasib baik mempunyai HERO yang dalam diam telah dapat bertindak segera menghentikan kegelojohan puak ini. Yang dibenci rupa-rupanya seorang HERO.


Bayangkan apa yang berlaku kepada negara ini jika ianya tidak dilaksanakan? Tindakan ini memang harus dipuji.


Tindakan bijak dan berani ini telah mengangkat martabat Melayu sekaligus menafikan tohmahan bahawa Melayu adalah bangsa yang malas dan bodoh. Orang Cina sudah semestinya bengang dengan tindakan tersebut. 

Lupakah kita dengan sanggahan mereka selama ini bahawa hanya bangsa mereka sahaja yang bijak dan lebih layak menjadi tuan kepada negara ini?


Lihatlah. betapa susahnya kita hendak menyelamatkan maruah bangsa. Bukan semua anak bangsa faham dan hargai usaha murni ini, malah menganggap mereka ini (hero) adalah musuh nombor satu mereka. 

Kepada mereka yang mempunyai kuasa, selamatkanlah negara dan bangsa dari terus dipermain-mainkan. 


Sejarah “Dawn Raid” — Serang Hendap KL Ke Atas London 1981

Oleh: Lela Iskandar Suhaimi 


KISAH BENAR

kejayaan sekumpulan anak Melayu mengambil kembali tanah-tanah di Malaysia yang dipegang Inggeris selama 160 tahun dengan serangan terancang ke atas ibu kota Britain, London.



Pada 7 haribulan September tahun 1981, kota London digemparkan dengan pengambilalihan mengejut syarikat perladangan Guthrie di London. Guthrie yang berusia lebih 100 tahun dan merupakan antara syarikat perladangan terbesar British jatuh ke tangan pihak asing di dalam masa 4 jam sahaja.


Apa yang lebih mengejutkan ialah syarikat tersebut jatuh ke tangan kerajaan Malaysia, di bawah pimpinan Dr. Mahathir Muhammad yang baru memegang jawatan Perdana Menteri selama 2 bulan.



Latarbelakang – Kemiskinan Orang Melayu dan Kekayaan Orang Inggeris. Pemandangan yang lazim selepas merdeka –seorang pesawah wanita sedang menanam anak padi

Selepas kemerdekaan Malaya pada tahun 1957, hampir 1 juta bangsa pendatang seperti Cina dan India diberi kerakyatan secara beransur-ansur. Sebagai balasannya, mereka bersetuju untuk menghormati hak istimewa orang Melayu dalam perlembagaan.

Setelah lebih 10 tahun merdeka, pegangan orang Melayu terhadap kekayaan bumi Malaya sangat kecil. Walaupun orang Melayu merupakan majoriti , bangsa ini memegang hanya 1.5% bahagian harta korporat (itupun melalui syarikat kerajaan) berbanding bangsa Cina sebanyak 22.8%. Walaupun tidak lagi menjajah, bangsa Inggeris pula memegang lebih 60 % dari kekayaan negara ini.

Pada masa yang sama, hampir separuh penduduk Malaya tinggal di bawah paras kemiskinan. Orang Melayu yang kebanyakannya tinggal di kampung sebagai petani dan pesawah adalah bangsa paling ramai tinggal dalam kemiskinan (74%).

Ketidaksamarataan kekayaan dan sikap perkauman tebal menyebabkan beberapa insiden pergaduhan terjadi berulang-ulang diantara kaum pribumi yang miskin (Melayu) dengan kaum pendatang yang kaya (Cina). 

Ia berlaku di beberapa tempat seperti di Georgetown, Pangkor dan Bukit Mertajam — sehinggalah kemuncaknya pada tahun 1969 di Kuala Lumpur.

Dalam keputusan pilihanraya tahun itu, parti-parti bangsa Cina dan parti Islam berjaya menafikan majoriti parlimen parti pemerintah, sekaligus menyebabkan orang Melayu gusar kehilangan bukan sahaja kuasa ekonomi malah kuasa politik mereka. 

Orang Cina pula merayakan kemenangan mereka dengan berarak membawa penyapu dan melemparkan laungan provokatif dalam perarakan besar di Kampung Baru , Kuala Lumpur – satu kawasan penempatan yang dihuni kaum Melayu.

Provokasi ini akhirnya mencetuskan insiden berdarah 13 Mei 1969 yang mengakibatkan ratusan mati dan darurat di isytiharkan.

Antara pihak yang lantang menyalahkan kerajaan pada waktu yang dianggap memberi muka kepada kaum pendatang ialah seorang ahli parti pemerintah bernama Mahathir Mohammad yang mengkritik Perdana Menteri pertama dengan satu surat terbuka.

Katanya sikap berlembut Tunku Abdul Rahman menyebabkan “… orang2 China dan India membuat kurang ajar pada 12 Mei kepada orang Melayu. Kalau Tunku biasa di-ludah di-muka, di-maki dan di-tunjok kemaluan, boleh-lah Tunku faham perasaan orang Melayu.”

Kerana kritikan ini, beliau dipecat dari parti itu. 

Dasar Bagi Membantu Orang Melayu

Apabila Tun Abdul Razak menjadi perdana menteri ke-2 (1970-1976) beliau memperkenalkan satu dasar yang dianggap radikal yang diberi nama Dasar Ekonomi Baru (DEB). 

Tujuannya — menghapuskan kemiskinan bangsa Melayu dan memastikan agar pegangan orang Melayu dalam kekayaan negara dapat mencapai 30% pada tahun 1990. Dasar ini bukan saja akan membantu orang Melayu, tetapi juga boleh mengelakkan krisis antara kaum terjadi lagi.

Walaupun adanya dasar baru ini, pemilikan syarikat-syarikat Inggeris sebenarnya semakin bertambah. Guthrie contohnya, mempunyai 175,000 ekar pada tahun 1970an tetapi memiliki lebih 190,000 ekar tanah kelapa sawit, getah dan teh pada tahun 1981.

Sekitar tahun 1970an juga, seorang hartawan bijih timah Cina dari Ipoh bernama Lee Loy Seng giat membeli tanah pertanian dari British sehingga menyebabkan beliau menjadi salah seorang pemegang tanah terbesar di negara ini.

Pada masa yang sama, syarikat-syarikat British melengah-lengahkan usaha kerjasama dengan kerajaan dengan mengadakan perjumpaan demi perjumpaan dengan wakil kerajaan tanpa sebarang resolusi. Guthrie juga menolak usaha kerajaan untuk penanaman semula getah untuk pekebun kecil Melayu dan penubuhan kesatuan sekerja yang dianggap menyusahkan British.

Tetapi atas tekanan Bank Negara Malaysia, Guthrie akhirnya menubuhkan Guthrie-Ropel, sebuah anak syarikat Guthrie yang diberi kurang 17% dari jumlah tanah Guthrie di Malaysia. Usaha kerajaan ini bertujuan agar orang tempatan dapat membeli sebahagian kecil tanah Guthrie melalui Bursa Saham Kuala Lumpur. Namun begitu, tembelang British akhirnya pecah apabila didapati bahawa kebanyakan tanah kepunyaan Guthrie-Ropel adalah tanah yang buruk untuk pertanian dan lazimnya terletak di atas kawasan bukit.

Pemerintah Anti-Penjajah, Mahathir Menduduki Kerusi Penting



Mahathir sewaktu sidang PBB 



Mahathir yang diterima masuk semula pada 3 tahun selepas dipecat, akhirnya menjawat kerusi Perdana Menteri pada tahun 1981.

Berbeza dari 3 Perdana Menteri sebelum ini, Mahathir dirakamkan oleh ahli sejarah sebagai Perdana Menteri pertama yang tidak merokok, tidak minum arak dan tidak meminati sukan golf. 

Dan jika pemegang jawatan sebelum beliau berdarah raja, berpendidikan British dan mengekalkan hubungan baik dengan Inggeris, Mahathir pula belajar di Universiti Malaya Singapura, tidak mempunyai rakan berbangsa Inggeris dan terkenal dengan sikap anti-penjajahnya.

Sebelum menjadi Perdana Menteri lagi, beliau mengkritik dasar Inggeris yang membuka Tanah Melayu seluas-luasnya kepada pendatang dari India dan China, sekaligus menyebabkan orang Melayu terpinggir. 

2 tahun sebelum beliau menjadi Perdana Menteri, pihak Inggeris menarik semula subsidi pendidikan kepada pelajar Malaysia yang melanjutkan pelajaran di Britain dan menaikkan yuran kepada pelajar asing, tetapi tidak kepada pelajar Eropah.

Ia memberikan tamparan hebat kepada 17,000 pelajar Malaysia di negara itu yang terbeban dengan yuran pengajian yang meningkat 3 kali ganda secara tiba-tiba. 

Malaysia juga pada waktu itu tidak mampu menyerap pelajar-pelajar ini kerana ia hanya mempunyai 2 buah universiti.

Mahathir yang ketika itu merupakan Menteri Perdagangan memberi amaran bahwa tindakan ini akan merugikan Britain dalam jangka masa panjang. Namun begitu, amaran beliau tidak diendahkan.

Tidak lama kemudian, London menolak permohonan Malaysia agar syarikat penerbangan MAS diberi hak mendarat tambahan di lapangan terbang Heathrow. 

Tetapi pada masa yang sama, Inggeris mencabar kewibawaan kerajaan Malaysia apabila sebuah pesawat supersonic Concorde miliknya menceroboh ruang antarabangsa Subang dalam perjalanannya ke Singapura.

Mahathir melihat ini sebagai sikap angkuh British yang masih memperlakukan Malaysia seperti tanah jajahannya. 


Dato Ismail Ali Sebagai Pemimpin Serangan Malaysia sewaktu menjadi gabenor bank negara.

 
 Tandatangan Ismail atas wang kertas 50 ringgit




Keangkuhan British bukan sahaja disedari oleh Mahathir dan ahli-ahli politik Melayu, tetapi turut dirasai oleh penjawat awam seperti pengerusi PNB, Dato Ismail Ali. Secara kebetulan, abang ipar Mahathir ini juga adalah bekas Gabenor Bank Negara yang terlibat menggesa Guthrie menubuhkan Guthrie-Ropel.

Beliau juga adalah antara tokoh utama yang menubuhkan PNB — satu agensi yang ditugaskan khas bagi menjayakan DEB.

Sewaktu menjawat jawatan gabenor Bank Negara lagi, beliau menunjukkan sikap tidak mesra kepada Inggeris. Mark Gent, iaitu pengerusi Guthrie ketika itu berkata, beliau dan pengarah urusan Guthrie, Eric Griffith-Jones hampir pasti akan diarah oleh Ismail Ali untuk “menunggu diluar pejabatnya selama ½ jam” setiap kali mesyuarat diadakan.

Sewaktu Ismail menjadi gabenor juga, wang negara yang disimpan di bank Inggeris seperti HSBC dan Chartered dipindahkan ke bank tempatan. Bank-bank asing pula tidak lagi diberi peluang membuka cawangan di Malaysia.

Seperti Mahathir, beliau juga tidak berpuashati dengan orang Inggeris kerana sungguhpun PNB memiliki 25% saham Guthrie, tiada wakil PNB yang dirujuk dalam mesyuarat untuk menentukan halatuju syarikat. 

Ini termasuk keputusan Guthrie menjual beberapa kepentingannya kepada MPH, sebuah syarikat koperasi milik hartawan-hartawan Cina di Malaysia pada awal 1981.

Syarikat MPH yang memiliki aset yang banyak ini pernah cuba membeli bank UMBC (iaitu antara bank terbesar negara ketika itu) sehingga menyebabkan Mahathir campurtangan. Agar ia tidak didominasi bangsa Cina, Mahathir memastikan PERNAS dan Petronas juga mempunyai kepentingan dalam UMBC.

Kedua-dua tokoh ini melihat bahawa jika pengambilalihan demi pengambilalihan MPH diteruskan, bangsa Cina semakin hampir mengganti orang Inggeris menguasai ekonomi negara ini. 

Atas sebab ini, Ismail membuat keputusan nekad. Guthrie mesti diambilalih secepat mungkin. 


Kerjasama Pelbagai Pihak

Setahun sebelum menjadi Perdana Menteri, Mahathir yang merupakan Menteri Perdagangan dan Tengku Razaleigh Hamzah selaku Menteri Kewangan telah di maklumkan oleh Ismail Ali bahawa beliau merancang untuk mengejutkan Inggeris dengan pengambilalihan syarikat mereka.

4 bulan sebelum serangan, pasukan di PNB yang diterajui oleh pengurus pelaburan bernama Khalid Ibrahim diberi tugas khas untuk meneliti dan merangka strategi bagi memastikan semua berjalan lancar.

Khalid yang pernah bekerja di Barings London (iaitu syarikat yang menjadi penasihat kewangan Guthrie), pakar-pakar pelaburan PNB dan penasihat dari bank saudagar N. M. Rothschild & Sons Ltd diarahkan untuk mengkaji secara rahsia samada Guthrie boleh diambilalih. Jika positif, mereka diarahkan merangka strategi terperinci bagaimana ianya boleh dibuat.

Hasil dari penelitian mereka, kumpulan ini menjumpai satu kelemahan dalam akta bursa saham London yang boleh dieksploitasi. Dengan kelemahan ini, satu serang hendap ekonomi untuk mengambilalih Guthrie boleh dibuat. Syaratnya ianya dibuat sepantas dan serahsia mungkin hingga Inggeris tidak sempat melakukan pertahanan.

Dengan persetujuan Mahathir, modal pengambilalihan (sebanyak 282 juta pound) diambil dari tiga punca – Petronas, PERNAS dan menerusi satu skim amanah saham baru yang ditawarkan kepada orang Melayu 4 bulan sebelum serangan. Skim ini dinamakan Amanah Saham Nasional (ASN).

Untuk memastikan Inggeris tidak menyedari bahawa kerajaan Malaysia berada di belakang pengambilalihan ini, Khalid diarahkan oleh Rothschilds untuk membuka bank akaun di Switzerland untuk tujuan pembayaran saham. 

Mengapa Guthrie ?

Guthrie menjadi sasaran kerana selain dimiliki pelabur Ingeris, saham-saham Guthrie pada waktu itu juga dipegang oleh beberapa syarikat bukan Inggeris yang mesra kepada PNB. Antara syarikat tersebut antaranya adalah Genting, Bank Simpanan Nasional, Kuwait Investment Office dan OCBC.

Dengan pegangan sedia ada sebanyak 25%, PNB memerlukan 15% saham sahaja lagi bagi menjadikan keseluruhan pegangannya ke 40% , sekaligus menjadikannya sebagai pemegang saham utama Guthrie.

Untuk ini, N. M. Rothschild & Sons Ltd dilantik bagi membeli saham Guthrie dari pelabur besar bagi pihak PNB, manakala Rowe & Pittman pula dilantik menjadi broker bagi membeli saham Guthrie dari pelabur-pelabur kecil.

Ideanya di sini ialah agar sebahagian besar saham Guthrie di Malaysia dan di London dibeli serentak sebelum bursa dibuka, dan ia mesti dibeli tanpa disedari oleh pihak pengurusan Guthrie sendiri.

Untuk memastikan kejayaan serangan rahsia ini, hanya sekumpulan kecil perancang sahaja yang terlibat secara langsung. Mohammad Desa Pachi, yang juga Ketua Eksekutif PNB ketika itu juga tidak diberitahu secara terperinci bagaimana operasi ini akan dilaksanakan. 

Operasi Serangan Subuh atau “Dawn Raid”

Hari serangan akhirnya diputuskan — 7 September, pukul 9 pagi waktu London (4 petang waktu Malaysia).

Mengikut rancangan, kesemua yang terlibat akan mendapatkan persetujuan penjual-penjual sebelum bursa dibuka. Apabila ia dibuka, PNB akan mengisytiharkan berita menggemparkan ini dan menguruskan dokumentasinya sahaja — sekaligus memberi kejutan kepada Guthrie dan pemegang saham lain.

Yang rumitnya ialah memastikan pembelian ini dilakukan secara rahsia. Kerana jika ia terbongkar awal, harga saham Guthrie bakal melambung tinggi dan pengurusan Guthrie akan bertindakbalas untuk menggagalkan serangan hendap ini.

Di Malaysia Khalid yang diberi tugas menguruskan pembelian di sini optimis bahawa Bank Simpanan, Genting dan Kuwait Investment Group akan menerima tawaran PNB kerana ketiga-tiganya dianggap “mesra” dengan PNB.

Dato Ismail pula bergegas ke Singapura pada hari itu untuk berjumpa dengan pengerusi OCBC. Rancangannya ialah untuk meyakinkan pihak OCBC untuk menerima tawaran membeli saham Guthrie yang dipegang bank itu pada pukul 3:30 ptg, dan menghantar notis penerimaan pada pukul 3:45 petang.

Di London, Rowe & Pittman serta Rothschilds hanya menunggu lampu hijau dari Malaysia untuk membeli saham-saham Guthrie dari pelabur Inggeris pada pagi tersebut.

Sewaktu di Singapura, Ismail dan pengerusi OCBC, Tan Chin Tuan berbincang mengenai pembelian saham Guthrie sewaktu makan tengahari. Perbincangan yang memakan masa lama itu akhirnya berakhir dengan satu berita kurang enak. OCBC menolak tawaran PNB.

Ismail menelefon Khalid dan memberitahu berita buruk tersebut. Tetapi oleh kerana Khalid telah berjaya membeli saham dari Kuwait, Bank Simpanan dan Genting, mereka tiada jalan lain kecuali meneruskan serangan.

Di London, sebaik menerima lampu hijau, kedua-dua firma yang diupah PNB memulakan proses pembelian sepantas mungkin. Bank saudagar Rothschilds berjaya memujuk M&G Investment Trust, sebuah syarikat amanah saham Inggeris (yang memegang 17% dari Guthrie) menjual 11% saham Guthrie miliknya.

Broker-broker Rowe & Pittman yang ditugaskan membeli saham dari pelabur kecil Britain pula berjaya mengumpulkan sasaran 5% saham dari orang Inggeris.

Walaupun tanpa saham OCBC, dalam masa 4 jam, PNB berjaya memiliki 8 juta saham, atau 50.41% dari keseluruhan syarikat, tanpa disedari atau keizinan pihak pengurusan Guthrie.

Lewat tengahari waktu London, Guthrie jatuh ke dalam genggaman Malaysia. 

Mahathir Terus Menekan British



Laporan akhbar Glasgow Herald di London pada 8 Sept 1981

Pengerusi Guthrie, Mark Gent hanya sedar bahawa bahawa syarikatnya jatuh ke tangan Malaysia setelah mendengar berita itu di radio.

Pengambilalihan secara tiba-tiba dengan mengeksploitasi kelemahan system bursa London oleh tanah jajahannya sendiri menyebabkan kerajaan British malu besar.

Walaupun ada broker di London memujinya sebagai urusniaga “licik”, media London kebanyakannya menyelar serangan ini sebagai “nasionalisasi pintu belakang”. Sebagai tindakbalas, London kemudiannya bertindak meminda peraturan di Bursa Saham London bagi memastikan syarikat-syarikat lain milik British seperti Dunlop tidak jatuh dengan cara sama.

Sebulan selepas itu, London dikejutkan lagi dengan pengumuman baru Mahathir.

Mahathir mengumumkan bahawa Malaysia akan memboikot barangan dan perkidmatan dengan British melalui kempen yang dinamakan Buy British Last. Mahathir yang marah kerana spekulasi timah dunia di London mengakibatkan harga eksport utama Malaysia jatuh mendadak, telah mengarahkan agar semua kontrak kerajaan kepada pihak British dibekukan.

Tindakan Mahathir ini memberi kesan besar kepada kontrak semasa dan akan datang British berjumlah 1.25 billion pound sterling yang sepatutnya diterima oleh British. Kontrak Dunlop untuk membekal tayar kepada kerajaan sejak 1963 lagi contohnya kini diberi kepada sebuah syarikat Amerika Syarikat sehingga menyebabkan Dunlop menjual kepentingan mereka kepada MPH.

Dalam masa 3 bulan, saham-saham Guthrie perlahan-lahan dijual kepada PNB. Pada akhir tahun 1981, 100% Guthrie berada di bawah pegangan anak tempatan.

Ismail akhirnya mengambilalih pengurusan Guthrie dan memindahkan ibu pejabat operasi Guthrie dari London ke Kuala Lumpur sebagai tanda berakhirnya penguasaan Inggeris ke atas syarikat tersebut.

Tidak lama selepas Dawn Raid juga, Mahathir memboikot Persidangan Negara-Negara Komanwel (negara bekas jajahan British) yang diterajui oleh Britain. Menurutnya, mesyuarat itu hanya melebihkan kepentingan orang berkulit putih.

Beliau juga mengumumkan dasar baru kerajaan iaitu Dasar Pandang ke Timur. Dengan dasar ini , cara kerja Inggeris akan digantikan dengan cara pengurusan dan kerja orang Jepun, Taiwan dan Korea. 


Hasil Besar dari Serangan

Operasi mengejut “serangan subuh” ke atas Guthrie dan dasar-dasar keras Mahathir memberi impak besar dalam masa yang cukup singkat.

Firma-firma British di Malaysia yang sebelum ini bersikap acuh tidak acuh kepada arahan kerajaan Malaysia kini akur membuka pintu rundingan.

Tidak lama selepas itu, tiga syarikat perladangan besar British di Malaysia — Highlands & Lowlands, Barlows dan Harrisons & Crosfield (H&C) akhirnya tunduk menjual kepentingan mereka di Malaysia kepada PNB. Hasilnya, tanah milik Guthrie dan tanah-tanah lain milik Inggeris di Malaysia kembali ke tangan rakyat Malaysia.

Oleh kerana H&C memiliki tanah ladang getah, kelapa sawit dan aset bukan sahaja di Malaysia tetapi di negara lain seperti di India, New Zealand dan Taiwan, PNB juga menjadi tuan tanah baru kepada asset-aset Inggeris dari seluruh dunia.

Dengan pemilikan baru ini, PNB selaku wakil orang Melayu muncul sebagai pemilik tanah ladang terbesar di dunia.

Lebih manis lagi, dalam temuramah dengan wartawan tempatan, Khalid memberitahu bahawa setelah PNB menjual aset Guthrie di luar Malaysia, keuntungan yang didapati melebihi jumlah kos yang diguna sewaktu Dawn Raid.

Kata Khalid “..kita sebenarnya mendapat Guthrie secara percuma.”


Nota:

1. Penulis merakamkan jutaan terima kasih kepada Dr. Shakila Yacob atas kesudian memberi manuskrip kajian beliau bersama Nicholas J. White untuk rujukan penulis.

2. Penulis memaparkan tulisan ini sebagai rencana ilmiah, dan tidak berminat untuk memihak kepada mana-mana individu atau parti politik.

3. Penulis mendapati terdapat sumbangan penting tokoh-tokoh lain dalam Dawn Raid seperti Ananda Krishnan dan Tengku Razaleigh. Tidak disebut dlm artikel ini kerana kekurangan sumber maklumat.

4. Loophole/kelemahan bursa London pada waktu itu tidak diperincikan untuk memudahkan pemahaman pembaca.

Rujukan: 

Shakila Yacob & Khadijah Md Khalid (2012): Adapt or Divest? The New Economic Policy and Foreign Businesses in Malaysia (1970-2000), The Journal of Imperial and Commonwealth History, 40:3, 459-482

Shakila Yacob & Nicholas J. White (2010): The “Unfinished Business” of Malaysia’s Decolonisation: The Origins of the Guthrie Dawn Raid, Cambridge University Press 2010

Karminder Singh Dhillo (2009): Malaysia Foreign Policy in the Mahathir Era, 1981-2003: Dilemmas of Development

Brian Ritchie (2005): Coalitional Politics, Economic Reform, and Technological Upgrading in Malaysia, Elsevier World Development Vol 33, pp 745-761

Abdul Rahman Embong (1996): Social Transformation, the State and the Middle Classes in Post-Independence Malaysia, Southeast Asian Studies, V01. 34, No. 3, December 1996

Boon Kheng Cheah (2002) : Malaysia: The Making of a Nation

Tin Price Moves Jolt Market : Reuters (The New York Times); Financial Desk, November 28, 1981, Saturday

Surat Terbuka Dr. Mahathir kepada Tunku Abdul Rahman, Jun 1969

PNB Wrests Control of Guthrie Corp : The Straits Times Singapore, September 9, 1981
PNB Making Up For Lost Time: The Straits Times Singapore, September 16, 1981

ULASAN...sayang perenggan di BAWAH ini...agaknya di TULIS oleh SI BANGANG...asalkan menentang BN UMNO...maka SALAH BESAR lah...

Kenapakah hanya KHALID IBRAHIM yang salah...????

Pada tahun 1980an...orang Melayu seperti Tan Sri Ismail Ali ( Bekas Gabenor Bank Negara )...memang ramai...TETAPI menjelang 1990an...Melayu yang tak BERJASA pula sebok nak rampas HARTA tersebut...

Sungguh Malang ORANG MELAYU...negara ada DUA kekayaan BESAR...petroleum PETRONAS 1974 dan Ladang Guthrie...TETAPI Melayu terus juga MISKIN....kerana mulai 1990an...pemimpin BN UMNO...sebok KAYAkan DIRI dan KRONI sahaja...

Carilah SEJARAH PEMILIHAN UMNO tahun 1986...Parti UMNO terbelah DUA...Team A dengan Team B...

Adakah ini SALAH...Khalid Ibrahim atau orang Melayu????
 
catatan: Akhirnya Khalid Ibrahim menentang kerajaan BN pula, kerana terlalu kecewa tidak dapat memiliki Guthrie sebagai hak kepentingan dan keuntungan peribadi... sedangkan apa yang BN usahakan adalah untuk kepentingan rakyat dan negara keseluruhannya. Permintaan khalid terpaksa ditolak demi kepentingan semua, bila sudah marah dia sanggup tentang BN.Fakta yang ramai tak tahu